Catatan Program Bioskop Kampus: Aruna & Lidahnya

Kineklub LFM ITB
2 min readFeb 25, 2019

--

Bioskop Kampus selama ini menyediakan pemutaran alternatif film-film di luar radar penonton umum, tepatnya film independen yang tidak dijangkau bioskop komersil. Ada beberapa pertimbangan: film alternatif dan penonton saling butuh satu sama lain, upaya meramaikan pemutaran alternatif yang dirasa masih kurang di kota Bandung, dan keterbatasan Bioskop Kampus yang dikelola non-profesional.

Namun, perlu diketahui bahwa Bioskop Kampus dahulunya rutin memutar film komersil di ruang 9009. Akan tetapi, kesulitan mendapat izin memutar film menghambat Bioskop Kampus meneruskan kebiasaan ini. Dengan sebab ingin menghidupkan kembali kultur lama tersebut, program Bioskop Kampus kali ini akan membawa sesuatu yang berbeda.

Film Aruna dan Lidahnya (2018) — film panjang yang notabene film komersil, dua hal yang jarang hadir di ruang pemutaran Bioskop Kampus — terpilih ikut dalam edisi pemutaran ini. Aruna dan Lidahnya adalah film kedua sutradara Edwin yang dirilis di bioskop mainstream. Masih bertema romansa seperti film Posesif (juga disutradari Edwin), film bercerita tentang perjalanan Aruna dan dua sahabatnya, beserta lelaki yang diam-diam ia taksir, dalam wisata kuliner berkedok penyelidikan kasus flu burung. Salah satu aspek yang menarik dibicarakan dari film ini adalah naskah film yang disadur dari sastra novel karya Laksmi Pamuntjak.

Menarik karena ada sebuah tren dalam dunia perfileman Indonesia untuk mengadaptasi buku novel menjadi film. Proses ini dinamai ekranisasi, meskipun ada juga yang menyebut alih wahana. Sejak sukses yang didulang film Ayat-Ayat Cinta dan film Laskar Pelangi yang sama-sama merupakan hasil ekranisasi, filmmaker seolah berbondong-bondong mulai mengadaptasi novel berbahasa Indonesia, terutama yang laris terjual. Terhitung dari tahun 2000 hingga 2015, lebih dari setengah film terlaris di Indonesia diadaptasi dari naskah buku. Jumlah ekranisasi yang meledak juga diiringi diversifikasi genre. Namun, diskusi dan dokumentasi tentang perkembangan ekranisasi terasa masih kurang banyak.

Kurangnya pembicaraan tentang fenomena ini membuat kami berharap kegiatan pemutaran yang diikuti diskusi inj akan memantik pembahasan tentang sejarah ekrasisasi dan memberi wawasan baru pada audiens.

--

--

Kineklub LFM ITB
Kineklub LFM ITB

Written by Kineklub LFM ITB

Kanal diskusi, kritik, dan apresiasi film oleh kru Liga Film Mahasiswa ITB. https://linktr.ee/kineklub

No responses yet