Menyelami Sebuah Jurang Bernama Kebahagiaan — A film essay of A Clockwork Orange (1971)
Ditulis oleh Andisha (Kru’20)
Mendefinisikan Kebahagiaan
Apa arti kebahagiaan menurut kalian? Mungkin pertanyaan tersebut menurut beberapa orang cukup berat untuk dijawab dan beberapa orang tersebut di antaranya adalah saya sendiri. Setelah menanyai beberapa kerabat saya pertanyaan yang serupa, saya mendapatkan beberapa jawaban menurut preferensi mereka — kerabat saya — tersendiri. Beberapa kata kunci dari jawaban yang saya dapat, di antaranya ada kata positif, senyum, tanpa beban, dan bebas. Jika ditarik sebuah benang merah dari kata kunci yang saya dapatkan, menurut saya pendefinisian arti kebahagiaan menurut kerabat saya memiliki maksud yang sama dengan arti kebahagiaan menurut beberapa ahli, salah satunya adalah Seligman. Menurut Seligman (2002), kebahagiaan adalah keadaan psikologis yang positif saat seseorang memiliki emosi positif berupa kepuasan hidup dan juga pikiran dan perasaan yang positif terhadap kehidupan yang dijalaninya. Penggambaran emosi positif berupa kepuasan hidup dalam definisi kebahagiaan menurut Seligman menurut saya salah satu contohnya adalah dengan senyum, dan perasaan bebas tanpa beban. Emosi positif yang muncul dalam sebuah gestur senyuman menurut saya adalah sebuah bentuk kepuasan atas hal-hal yang terjadi dalam hidup, begitupun perasaan bebas tanpa beban atau yang bisa diartikan sebagai perasaan lega.
Berangkat dari frasa kepuasan hidup, Alston dan Dudley (dalam Hurlock, 2004) juga mendefinisikan frasa kepuasan hidup sebagai sinonim dari kebahagiaan. Dijelaskan lebih lanjut, menurutnya kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya yang disertai tingkat kegembiraan. Pada intinya, kebahagiaan adalah sebuah emosi yang didapat ketika kita, sebagai seorang manusia berhasil memperoleh sebuah emosi positif melalui berbagai kegiatan yang kita jalani dan nikmati. Dapat saya simpulkan, titik tumpu sebuah kebahagiaan ada pada aktivitas yang dilakukan suatu individu. Ketika sebuah aktivitas tidak mampu menghasilkan sebuah kepuasan hidup, maka dapat dipastikan tidak ada kebahagiaan yang muncul.
Menguraikan Arti Kebahagiaan dalam A Clockwork Orange
Apabila diperhatikan, penggambaran makna atau definisi kebahagiaan pun sudah tersebar di mana-mana. Mulai dari interaksi antar individu yang dapat kita lihat sehari-hari, hingga tertulis dalam buku-buku tebal dan dipajang di halaman depan surat kabar. Tentu di antara sekian banyak media yang digunakan untuk menyampaikan definisi kebahagiaan, salah satu media yang lazim digunakan adalah film. Film mampu mengimplementasikan berbagai definisi kebahagiaan yang terlihat di kehidupan sehari-hari maupun terangkai dalam untaian kata di sebuah buku, dan mengolahnya menjadi lebih menarik dengan berbagai macam penggambaran makna kebahagiaan yang disajikan di layar lebar.
Salah satu keberagaman makna kebahagiaan tersebut dapat dilihat pada film A Clockwork Orange (1971). FIlm besutan Stanley Kubrick ini menurut saya menggambarkan arti dari kebahagiaan dalam sudut pandang yang berbeda. Pada umumnya, kita mungkin melihat makna kebahagiaan tercermin dalam sebuah film yang cenderung membawakan emosi ceria kepada penonton. Salah satu contohnya ada pada film Ponyo (2008). Film Ponyo memberikan kita sebuah perasaan bahagia melalui visualisasi dan alur cerita yang diberikan. Selain itu, kesan menyenangkan yang diberikan juga turut membangkitkan emosi positif dan kegembiraan pada penontonnya. Namun, hal tersebut — emosi positif dan kegembiraan — justru menurut saya tidak akan terbangkitkan apabila kita menonton A Clockwork Orange. Akan tetapi sebaliknya, A Clockwork Orange justru membangkitkan rasa kesal penonton kepada karakter utama di sepanjang pertengahan awal film karena bersifat brutal. Dengan ditampilkannya berbagai adegan kekerasan yang dilakukan Alex, sang karakter utama, beserta teman-teman gengnya, menurut saya tidak ada alasan untuk penonton agar menampilkan kebahagiaan sepanjang adegan kekerasan tersebut dan seolah kita sebagai penonton justru dituntut untuk merasa iba kepada para korban kekerasan yang menjadi objek keganasan Alex dan kawan-kawan.
Lalu di manakah letak kebahagiaan yang ada dalam film A Clockwork Orange? Jika kita melihat dari sisi penggambaran karakter Alex sebagai tokoh utama, maka kita mampu melihat perasaan bahagia yang ada dalam film ini. Alex digambarkan sebagai seorang pemuda psikopat yang menjadikan kekerasan fisik dan seksual sebagai hobi dan gaya hidupnya beserta teman-temannya. Ia tidak segan menghajar siapapun yang mengganggu kelompoknya dan memperkosa wanita sebagai sebuah kesenangan pribadi. Hal ini memiliki keterkaitan dengan definisi kebahagiaan menurut Alston dan Dudley. Kembali ke definisi kebahagiaan menurut mereka yang mengartikannya sebagai kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya disertai dengan tingkat kegembiraan, maka menurut saya gaya hidup tokoh Alex dalam film A Clockwork Orange ini cocok sekali dengan visualisasi dari definisi kebahagiaan menurut Alston dan Dudley tersebut. Terlihat sepanjang melakukan adegan kekerasan fisik dalam film, Alex dan teman-teman gengnya cenderung gembira dan menikmati aktivitas yang mereka lakukan meskipun secara ironis hal tersebut malah menimbulkan perasaan yang berlawanan dengan bahagia kepada penonton. Hal serupa juga ditampilkan ketika Alex dan teman-temannya memerkosa seorang wanita di sebuah rumah di pelosok desa, ia cenderung melakukannya dengan bernyanyi riang dan tanpa beban dan sekali lagi berlawanan dengan reaksi emosi yang ditampilkan penonton.
Maka jika dilihat kembali, penggambaran perasaan bahagia dalam A Clockwork Orange tidak terletak pada alur cerita dan visualisasi yang diberikan kepada penonton sepanjang film layaknya film Ponyo. Perasaan bahagia tersebut muncul pada kepuasan yang ditampilkan karakter utama sepanjang pertengahan awal film berlangsung dan kita sebagai penonton mungkin cukup sulit untuk melihatnya kebahagiaan yang ada secara langsung karena emosi kita diputarbalikkan sepanjang film mengudara.
Menjelaskan Konsekuensi dari Terlalu Bahagia
Seperti yang sempat saya paparkan sebelumnya, penggambaran kebahagiaan yang ada pada karakter utama, Alex, sepenuhnya terdapat pada pertengahan awal film, lalu bagaimana dengan pertengahan akhir film? Setelah melihat berbagai kebrutalan yang dilakukan Alex dan teman-temannya, kita seolah ditunjukkan sebuah kejatuhan bagi Alex. Masa-masa kejayaannya sebagai seorang berandal seolah hilang begitu saja ketika ia terjebak dalam sebuah kasus pembunuhan. Sehingga, pada pertengahan akhir film penonton disuguhkan sebuah kondisi yang berkebalikan dengan awal film. Alex digambarkan sebagai seseorang yang menyedihkan dan berada di bawah tekanan alih-alih sebagai orang yang bengal dan memiliki kekuasaan. Rangkaian kejadian yang terjadi setelah Alex tervonis bersalah dalam pembunuhan pun menjadi sebuah konsekuensi atas kegiatan-kegiatannya yang digambarkan pada awal film. Kebahagiaan yang ditampilkan Alex pada awal film seolah menjadi jurang menuju keterpurukannya sendiri. Atau jika diartikan dalam hal lain, tokoh Alex ini terjerat dalam sebuah kondisi terlalu bahagia atau kebahagiaan yang berlebihan. Lalu apa sebenarnya kebahagiaan yang berlebihan itu?
Mengutip June Gruber, Ph.D., seorang asisten profesor Psikologi dari Yale University, ia mengatakan bahwa orang yang merasakan kebahagiaan yang berlebihan digambarkan seperti mania. Mania atau manic episode secara singkatnya adalah mirip dengan perasaan euforia atau optimisme ekstrem. Orang yang mengalami hal ini merasa mereka berada di puncak dunia dan mampu melakukan apa pun yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Sekilas memang tidak ada hal yang salah dengan pengalaman semacam ini, namun yang tidak dapat dilihat atau dirasakan secara langsung adalah efek samping yang ditimbulkan. Salah satu di antaranya menurut Gruber adalah ketika seseorang ada dalam puncak keoptimisan atau kebahagiaannya, ia cenderung berpotensi melakukan hal-hal beresiko tinggi seperti mengonsumsi alkohol, narkotika, melakukan kekerasan, hingga aktivitas seksual yang berlebihan.
Dari pemaparan singkat mengenai efek samping perasaan bahagia, menurut saya hal tersebut memiliki keterkaitan erat dengan apa yang terjadi pada Alex dalam A Clockwork Orange. Euforia kebahagiaan yang ia rasakan mungkin ketika pertama kali melakukan kekerasan fisik secara tidak langsung membangkitkan hasrat untuk kembali melakukan hal-hal beresiko lainnya. Maka dari itu ia mulai berani melakukan hal-hal yang tidak biasa dan cenderung membahayakan orang lain. Terlebih, menurut penelitian yang dilakukan Howard S. Friedman, ditemukan bahwa risiko kematian lebih tinggi pada anak-anak usia sekolah yang tampak bahagia berlebihan dan cenderung mengambil risiko tinggi. Hal ini tentu sejalan dengan penggambaran karakter Alex, seorang remaja tanggung yang menjatuhkan dirinya ke dalam sebuah jurang yang dalam bernama kebahagiaan. Hingga akhirnya ketika ia tiba di dasar jurang, ia menjadi lemah dan tak berdaya, bahkan tidak mampu merasakan kebahagiaan lagi. Ia dihukum karena terlalu bahagia di masa lalunya dan tidak dapat lagi merasakan kebahagiaan melalui segala aktivitas yang ia perbuat di masa lalu.
Menarik Kesimpulan
Pada akhirnya, tentu kita kembali ke pepatah yang menyebutkan bahwa segala hal yang berlebihan itu tidak baik, begitu pun perasaan bahagia. Walaupun perasaan bahagia menjadi idaman bagi semua orang, kita perlu mengetahui apa dampak dari kegiatan tak terduga yang dapat kita lakukan ketika kita berada dalam puncak kebahagiaan tersebut. Terlepas dari penggambaran perasaan bahagia yang sedikit berbeda dalam film A Clockwork Orange, kita harus selalu ingat bahwa setiap perasaan bahagia, meskipun itu adalah hal yang baik, tidak akan pernah lepas dari sisi gelapnya.
Referensi
Kirnandita, Patresia. 2017. Efek Buruk Terlalu Bahagia. https://tirto.id/efek-buruk-terlalu-bahagia-crBa (diakses tanggal 6 Februari 2021)
Hilman, Boy. 2018. Pengertian Kebahagiaan (Happiness) dan Aspek-aspek Happiness Menurut Para Ahli. https://www.universitaspsikologi.com/2018/05/pengertian-dan-aspek-kebahagiaan-happiness.html#:~:text=Menurut%20Seligman%20(2002)%20kebahagiaan%20adalah,positif%20terhadap%20kehidupan%20yang%20dijalaninya (diakses tanggal 6 Februari 2021)