Review: Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021)
Setelah melanglang buana melalui medium serial selama beberapa bulan terakhir, Marvel Studios akhirnya merilis kembali film barunya yang bertajuk Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings. Diadaptasi dari tokoh ciptaan Steve Englehart dan Jim Starlin, film ini mengisahkan Shang-Chi (Simu Liu), seorang petugas parkir valet dengan masa lalu kelam, yang tiba-tiba harus berhadapan dengan komplotan organisasi Ten Rings yang dipimpin ayahnya, Wenwu (Tony Leung). Shang-Chi kemudian harus kembali berhadapan dengan masa lalu yang telah lama ditinggalkannya demi sesuatu yang tak terduga.
Sebagai film yang sebagian besar berlatarkan Tiongkok dan menjual label pahlawan super asal Asia pertama di Marvel Cinematic Universe (MCU), Shang-Chi dapat membawakan koreografi bela diri apik yang sangat lekat dengan yang biasa ditampilkan pada film-film laga asal Asia, terutama film-film silat ala Tiongkok. Selain itu, para karakter Asia juga dibawakan dengan natural dan tak berlebihan. Latar tempat seperti bangunan dan pemandangan alam Asia juga tervisualisasi dengan baik, ditambah dengan scoring khas musik Tiongkok yang menemani penonton sepanjang film.
Berbicara soal visualisasi tentu tak lepas dari visual effect dan CGI yang turut berperan penting dalam film ini. Secara umum, visual yang ditampilkan memang cukup baik, tetapi terdapat beberapa bagian pada film dengan kualitas CGI yang sebenarnya dapat di-improve lagi, terutama pada babak ketiga. Dari sini sangat terlihat bahwa film ini lebih menjual adegan berkelahinya dibanding dengan visual effect-nya.
Dari segi cerita dan karakter, durasi dua jam tampaknya terlalu singkat akibat pacing yang cukup cepat. Perubahan karakter pada tokoh Shang-Chi juga seharusnya bisa lebih dimatangkan. Lain dari film laga pada umumnya, adegan latihan sang protagonis untuk mengalahkan antagonisnya terlalu singkat dan terasa kurang mendalam sehingga sebenarnya kurang menunjukkan peningkatan kemampuan yang dimilikinya. Keberadaan tokoh pendukung, Katy (Awkwafina), juga terasa kurang penting dan tak begitu diperlukan. Sementara itu, villain utama dalam film ini, Wenwu, memiliki motif yang cukup mendukung, meskipun konflik yang dialaminya terkesan lazy writing tanpa closure yang layak.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, film ini tetaplah enjoyable dan fun seperti film-film MCU pada umumnya. Jajaran cast yang ternama, koreografi yang apik, dan production design yang luar biasa menjadi peran penting dalam membawa Shang-Chi menjadi seri film MCU yang patut ditunggu di tahun-tahun berikutnya. Jangan lupa juga, ada dua post-credit scene yang pastinya akan membuat penonton akan semakin penasaran dengan sekuel film ini.
-written by Robin (kru’20)-