Rumahku Pulang, Ternyata Ada Di Sini
Written by Stewie (Kru’23)
“Kita itu keluarga, gak ada yang namanya nyusahin, apalagi beban.”
Gw sebagai pencinta film yang melibatkan hati perasaan dan film yang bisa memberikan dampak kepada penontonnya, jujur sangat senang dan teranugerahi sekali bisa menyaksikan 1 Kakak 7 Ponakan. Nggak tau kenapa, apa mungkin sebagian besar ceritanya relate juga ya… jadinya dari awal film pun udah langsung connect sama karakter-karakternya.
Tapi, gw rasa sangat berdosa kalau nggak FIRSTLY mengungkapkan betapa bagus dan apiknya Yandy Laurens dalam bercerita, merangkai dialog, dan memvisualkan skripnya ke layar bioskop. Real men, beneran bagus banget beliau menceritakan tokoh demi tokoh, terutama dari segi perkataan/dialognya. Jujur, kalau beliau buka workshop atau training: how to scriptwriting, gw bakal ikut tanpa mikir panjang, ya karena sebegitu jagonya dia bercerita, jadi gw pengen belajar banyak dari dia — how to be a great storyteller. Ditambah, dua film Indonesia yang gw kasih bintang 5, dua-duanya pun ditulis oleh Yandy Laurens — 1 Kakak 7 Ponakan; Jatuh Cinta Seperti di Film-Film.
Untuk memulai, film ini adalah film yang dibutuhkan oleh setiap orang yang menginginkan pandangan lebih jelas terkait kelompok sosial terkecil yang kita miliki; keluarga. Keluarga tuh bukan sekadar hubungan antar orang tua dan anak, tapi juga hubungan antar kakak, adik, dan sanak saudara, bahkan orang lain tanpa adanya hubungan darah sekalipun. Keluarga tuh saling melengkapi, saling pengertian. Keluarga tuh bukan beban, tapi berkat yang seringkali mengedepankan keikhlasan. Keluarga tuh gak itung-itungan, keluarga tuh bisa bahagia dalam kekurangan, keluarga tuh dasar bagi kita untuk mengawali segalanya dengan maaf dan terima kasih. Keluarga tuh mereka. Moko, Woko, Nina, Ano, Maurin, Ais, Ima — Berkat mereka gw banyak paham arti keluarga.
Dari segi alur/cerita, gw sangat suka pengembangan karakter dari tiap tokohnya. Setiap dari mereka punya ceritanya sendiri, moment to shine-nya sendiri, dan responnya sendiri dalam menjawab permasalahan yang mereka hadapi. Tapi, memang di pertengahan film, penonton sempat dibawa kehilangan arah. Pertanyaan batin bak: mau dibawa ke mana ini? bakal ada konflik apa lagi? atau, kira-kira resolusinya bakal gimana ya? muncul beberapa kali, sebagai akibat dari pacing yang cukup lambat. TAPI, semua itu terbayarkan setelah gw mencapai penyelesaian masalah di akhir film ketika mereka berkumpul untuk berdiskusi, menyatakan pendapat, dan mencurahkan isi hati. Dengan komunikasi bermodalkan pengertian dan kasih, masalah bisa selesai. Dan itulah yang gw rasa tak banyak keluarga saat ini lakuin dalam menangani permasalahan yang mereka hadapin.
Masih banyak aspek yang ingin gw puji, termasuk jajaran cast yang berhasil melakoni perannya masing-masing dengan baik — Chicco Kurniawan berhasil menjadi sosok Moko yang penuh perjuangan dan pengorbanan yang selalu mengatakan “iya” dengan tulus dan ikhlas demi keluarganya. Amanda Rawles berhasil menjadi sosok Maurin yang penuh pengertian, juga support system yang luar biasa bagi Moko, dan tentunya idaman bagi kita semua laki-laki. Fatih Unru berhasil menjadi sosok Woko alias anak tengah yang mau ikut berkorban dan berbagi derita dengan kakaknya Moko, demi adik-adiknya. Freyanashifa Jayawardana berhasil menjadi sosok Nina yang pendiam dan rentan perasaannya dan nyatanya juga membutuhkan kakaknya. Ahmad Nadif berhasil menjadi sosok Ano yang meskipun masih bergantung dengan kakaknya, dia menjadi pembawa kebahagiaan. Kawai Labiba sangat berhasil menjadi sosok Ais yang nyatanya membutuhkan dan kehadiran keluarga. Furthermore, selama nonton gw suka banget sama pelakonan tokoh Ais yang ekspresif, membuat emosinya itu berasa banget ke penontonnya. Niken Anjani berhasil menjadi sosok Osa alias istri yang terlalu naif, dan terakhir Ringgo Agus Rahman sangat berhasil menjadi sosok Eka alias Si Bengis, gak tau diri, sombong, yang membuat perasaan kesel selama nonton itu ada. Ini ngebuktiin kalo orang soft-spoken itu gak selamanya baik — tergantung sama isi dan maksud dari perkataannya.
Intinya, buat yang rindu kehangatan keluarga dan aware akan perjuangan keluarga, kalian sangat direkomendasikan untuk menonton ini. Oh ya, siapin tisu juga terutama buat kalian yang hatinya gampang tersentuh.
“Setuju gak bakal mudah, tapi kalau bayangin jalan ini sama kamu, aku mau.”